Sudah
sejak dahulu, Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang memiliki sifat
kekeluargaan dan gotong royong yang tergolong tinggi. Kemerdekaan Indonesia pun
juga tercapai karena adanya persatuan dan kesatuan antar suku bangsa. Hal itu
muncul dan terbentuk dari proses yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya
masyarakat yang ditempa dalam jangkauan waktu yang lama. Indonesia sendiri
memiliki budaya yang sangat beragam dan budaya tersebut juga tercipta karena
adanya akulturasi. Contohnya, nenek moyang kita pada awalnya hanya mengenal
kepercayaan animisme dan dinamisme, karena adanya bangsa lain yang datang dan
pernah menjajah Indonesia, maka mulailah masyarakat mengenal dan menganut
berbagai macam agama yang disebarkan oleh bangsa asing. Namun, tak semua budaya
asing diterima oleh bangsa Indonesia. Indonesia juga dikenal sebagai bangsa
yang senantiasa melakukan pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat. Hal-hal
itulah yang mendorong terwujudnya persatuan bangsa Indonesia. Jadi, persatuan
dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan sifat kekeluargaan, jiwa gotong-royong,
musyawarah, sikap toleransi dan lain-lain.
Namun,
di zaman sekarang ini rasanya persatuan dan kesatuan dengan mudahnya dapat
diruntuhkan. Perkembangan teknologi yang begitu pesat dan semakin canggih dapat
memudahkan berbagai macam aktivitas dan keperluan umat manusia. Berkomunikasi
jarak jauh melalui pesan, telepon, ataupun video tatap muka, adapun segala
berita dan informasi dapat dengan mudahnya diakses melalui gadget dan
smartphone yang kita miliki. Dengan mudahnya pula segala komentar dari penjuru
manapun dapat bersatu pada suatu situs. Tak sedikit yang menggunakan
fasilitas-fasilitas tersebut untuk menghasut, mengintimidasi, memprovokasi,
dll. Apalagi bila berita atau informasi tersebut mengandung unsur SARA.
Selain
teknologi, tren dari budaya luar juga mempengaruhi sebagian besar anak muda di
era ini. Contohnya saja tren fashion
dan gaya hidup. Kedua hal ini cukup berkembang di kalangan masyarakat saat ini.
Seperti tak pandang usia, menurut saya gaya hidup masyarakat saat ini lebih ke
arah glamour dan hedonisme. Adapun
gaya hidup seperti “relationship goals” yang di idam-idamkan oleh kebanyakan anak
muda saat ini, dimana suatu hubungan asmara yang terkesan vulgar dan dengan
bangganya dipublikasikan kepada masyarakat luas melalui media sosial atau
lainnya. Tak jarang bila orang yang bersangkutan dikritik oleh masyarakat
justru bersifat angkuh dengan mengatakan “Hidup-hidup gue, ya terserah guelah.
Emang lo udah sempurna? Urusin dulu tuh hidup lo.” Justru sikap-sikap seperti
inilah yang meruntuhkan persatuan dan kesatuan yang sejak lama telah dibangun.
Bayangkan saja jika setiap remaja bersikap seperti itu, hancurlah kita. Karena
adanya keegoisan yang hanya ingin mengurus hidupnya sendiri, bagaimana bisa
tercipta kesatuan? Memang benar kita
harus terbuka dengan dunia luar dan mengikuti perkembangan zaman, tetapi kita
pun harus pintar-pintar menyeleksi dan menggunakan segala akses yang ada dengan
bijaksana.
Makna
persatuan hakikatnya adalah satu, yang artinya bulat tidak terpecah. Jika
persatuan Indonesia dikaitkan dengan pengertian modern sekarang ini, maka
disebut nasionalisme. Nasionalisme adalah perasaan satu sebagai suatu bangsa,
satu dengan seluruh warga yang ada dalam masyarakat. Oleh karena rasa satu yang
begitu kuatnya, maka dari padanya timbul rasa cinta bangsa dan tanah air. Akan
tetapi perlu diketahui bahwa rasa cinta bangsa dan tanah air yang kita miliki
di Indonesia bukan yang menjurus kepada chauvinisme,
yaitu rasa yang mengagungkan bangsa sendiri, dengan merendahkan bangsa lain.
Jika hal ini terjadi, maka bertentangan dengan sila kedua yaitu kemanusiaan
yang adil dan beradab. Walaupun ditulis cinta bangsa dan tanah air, tidak
dimaksudkan untuk chauvimisme.
Menurut Joseph Ernest Rehan, nasionalisme
adalah kemauan untuk bersatu tanpa paksaan dalam semangat persamaan dan
kewarganegaraan. Sifat nasionalisme memang perlu tertanam dalam seseorang untuk
kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Membangun persatuan dan
kesatuan mencakup upaya memperbaiki kondisi kemanusiaan. Maka dari itu perlulah
kesadaran mulai dari diri sendiri. Kita harus dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan dan keadaan yang selalu berubah tanpa kenal waktu.
“Apabila dalam
diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka
jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan
selangkah pun” ― Ir. Soekarno
Tidak ada komentar:
Posting Komentar